syariah@uinkhas.ac.id -

IDUL FITRI: ANTARA TOLERANSI DAN KETAATAN PADA ULIL AMRI

Home >Berita >IDUL FITRI: ANTARA TOLERANSI DAN KETAATAN PADA ULIL AMRI
Diposting : Jumat, 21 Apr 2023, 08:58:21 | Dilihat : 3007 kali
IDUL FITRI: ANTARA TOLERANSI DAN KETAATAN PADA ULIL AMRI


Oleh:

M. Noor Harisudin

Idul Fitri kali ini diprediksi akan berbeda. Ini akan mengulang perbedaan Idul Fitri pada tahun-tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 1985, 1992, 1998, 2002, 2006, 2007 dan 2011. Pemerintah RI –dalam hal ini Kementerian Agama RI—masih akan menetapkan 1 Syawal dalam sidang isbat pada tanggal 20 April; apakah Idul Fitri akan jatuh pada tanggal 21 April  (Jum’at) atau 22 April (Sabtu). Sementara, Muhammadiyah mengkhabarkan bahwa Idul Fitri jatuh pada tanggal 21 April (Jum’at). Tidak sebagaimana ormas lain, jauh sebelumnya Muhammadiyah telah mengumumkan tentang awal Ramadhan dan juga Hari Raya Idul Fitri.

Sebagai organisasi sosial kemasyarakatan, Muhammadiyah memiliki hak ikhbar (hak mengumumkan), khususnya untuk para anggota persyarikatan Muhammadiyah. Hak ikhbar adalah hak untuk memberitahukan pada masyarakat terkait awal Ramadan, Idul Fitri dan yang lainnya. Implikasi ikhbar ini tidak mengikat, kecuali pada jamaah atau pengikut Muhammadiyah per se. Dalam terminologi Fiqh, ikhbar merefer pada terma fatwa  yang bersifat tidak mengikat secara mutlak. Selain Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Al-Irsyad dan ormas yang lain juga sering memberikan ikhbar tentang awal Ramadan, Idul Fitri dan Dzulhijah  untuk internal para pengikut ormas masing-masing. 

Jika ormas memiliki hak ikhbar, maka pemerintah memiliki hak isbat. Pemerintah, oleh karenanya, satu-satunya yang berhak menyelenggarakan sidang isbat untuk menetapkan awal Ramadan dan juga Idul Fitri.  Terma Isbat sendiri sama dengan terma qadla, yaitu menetapkan satu pendapat dan bersifat mutlak mengikat pada seluruh umat Islam. Dalam hal isbat ini, berlaku kaidah: hukmul al-hakim ilzaamun wa yarfaul khilaf. Penetapan hukum oleh pemerintah (hakim) mengikat dan menghilangkan perbedaan pendapat. Dengan demikian, tak ada lagi perbedaan pendapat setelah penetapan hukum oleh pemerintah.  

Penetapan pemerintah dalam satu fatwa hukum menjadi penting karena beragamnya pendapat para ulama. Padahal, dalam konteks tata norma masyarakat dibutuhkan kepastian hukum dengan memilih satu dari sekian pendapat. Meskipun pilihan ini berdasarkan banyak hal; kemaslahatan, kearifan lokal, dan pertimbangan lainnya. Itulah makanya, Qanun—undang-undang hasil dari hukum Islam – di negeri ini selalu mencerminkan satu pendapat yang dipilih terbaik dan dianggap paling relevan digunakan dalam kehidupan umat. Lihat misalnya Kompilasi Hukum Islam (1991), UU Wakaf (2004), UU Pengelolaan Zakat (1999 dan 2011) dan lain sebagainya.       

Taat pada Ulil Amri  

Umat Islam wajib taat Ulil Amri, termasuk pada keputusan sidang Isbat tentang Hari Raya Idul Fitri. Sebagaimana firman Allah Swt: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 59).

Bertolak dari sini, Syeikh Nawawi al-Bantani menyebut sebuah kaidah penting: “ Jika imam mewajibkan sesuatu yang sudah wajib, maka hukumnya berubah menjadi wajib muakkad. Jika imam mewajibkan sesuatu yang sunah, maka hukumnya juga menjadi wajib. Jika imam mewajibkan sesuatu yang mubah, maka hukumnya menjadi wajib jika dipandang mengandung kemaslahatan seperti meninggalkan merokok”. (Nihayatuz Zain: tt)  

Namun, ketaatan pada ulil amri atau imam ini dilakukan, sejauh Ulil Amri atau imam tidak memerintahkan masyarakat untuk melakukan kemaksiatan. Jika Ulil Amri memerintahkan kemaksiatan, maka tidak perlu lagi ketaatan pada Ulil Amri sebagaimana hadits Nabi Saw: La tha’ata li makhluqin fi ma’shiyati al-khaliq (HR. Bukhari). Artinya tidak ada ketaatan bagi makhluk untuk berbuat maksiat pada sang khaliq. Dengan demikian, ketaatan pada Ulil Amri dilakukan,  sejauh tidak memerintahkan kemaksiatan pada Allah Swt. Jika menyuruh berbuat maksiat, maka umat tidak wajib taat pada Ulil Amri tersebut.     

Pertanyaannya lalu, siapa yang disebut Ulil Amri? Dalam pandangan Nahdlatul Ulama, Ulul Amri adalah pemerintah. Pemerintah, sebagaimana yang dimaksud adalah presiden sebagai kepala negara serta alat-alat negara berupa kabinet, parlemen dan sebagainya. Dalam konteks ini, Presiden telah memberikan kewenangannya pada Menteri Agama RI  untuk mengurus masalah keagamaan. Majlis Ulama Indonesia (MUI) juga pernah mengeluarkan fatwa Nomor 2 Tahun 2004 tentang penetapan awal ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Dalam salah satu fatwanya, bahwa seluruh umat Islam wajib menaati ketetapan pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.

Keputusan NU dan Majlis Ulama Indonesia sama dengan sama dengan pendapat as-Syarwani dalam magnum opusnya ‘Hasyiyah Syarwani’. Dia mengatakan: “Ketika sudah diputuskan perihal permasalahan tersebut (saksi hilal ramadhan) oleh hakim (baca: pemerintah), maka wajib untuk melaksanakan ibadah puasa bagi seluruh masyarakat (umat Islam). Hukum yang diputuskan Hakim tidak boleh dilanggar. Demikian dikatakan Imam Nawawi dalam Kitab Majmu’, dan hal tersebut jelas bahwa hakim berhak memutuskan masuknya bulan Ramadhan”.  (as-Syarwani: Jilid 3, 376).

Toleransi di Tengah Perbedaan Idul Fitri

Akhirnya, Menteri Agama RI mengeluarkan edaran tentang pelaksanaan Idul Fitri berupa surat edaran No. 23 tentang Penyelenggaraan Hari Raya Idul Fitri 1444 H/ 2023 M. Salah satu point terpenting dalam SE tertanggal 18 April ini adalah agar umat Islam tetap menjaga ukhuwah Islamiyah dalam menyikapi kemungkinan perbedaan penetapan 1 Syawal 1444 H. Selain itu, edaran ini juga menegaskan sikap pemerintah yang memberikan kesempatan untuk melaksanakan sholat Idul Fitri di masjid, musholla dan lapangan dengan tetap menggunakan protokol kesehatan.

Tidak seperti yang diprasangkakan banyak orang, bahwa sikap pemerintah tetap mengedepankan ukhuwah Islamiyah dalam menyikapi kemungkinan perbedaan penetapan 1 Syawal. Artinya, pemerintah bersikap toleran terhadap kemungkinan perbedaan tersebut. Di samping itu, pemerintah juga menegaskan sikapnya yang tidak mengotak-atik perbedaan pendapat klasik: mana yang lebih utama antara sholat Idul Fitri di masjid dengan sholat Idul Fitri di lapangan. Asumsi sebagian kalangan bahwa pemerintah melarang sholat Idul Fitri di lapangan, tentu terbantahkan dengan edaran ini. Karena dalam soal ikhtilaf, pemerintah menggunakan kaidah: la yunkaru al-muktalafu fih wainnama yunkaru al-mujmau ‘alaih.  Kita tidak boleh mengingkari perbedaan pendapat ulama. Namun kita boleh mengingkari pendapat orang yang menyalahi ijma ulama.    

Dalam konteks sholat Id di lapangan dan hari raya Idul Fitri yang berbeda, memang selayaknya umat Islam mengikuti pemerintah melalui pengumuman pasca sidang isbat. Tentu ini sebagai bentuk implementasi ketaatan pada Ulil Amri, sebagaimana di atas. Hanya saja, pada sisi lain, pemerintah selayaknya tetap memberikan toleransi pada ormas yang berbeda sebagai bentuk penghormatan terhadap kebebasan beragama yang dilindungi konstitusi kita (UUD 1945 Pasal 28E).

Demikian juga sebaliknya. Ormas yang berbeda dengan Pemerintah harus memiliki tenggang rasa bahwa ada ormas lain --dan juga pemerintah-- yang telah menetapkan Hari Raya Idul Fitri yang berbeda dengan mereka. Tenggang rasa ini dilakukan dengan cara melaksanakan sholat Idul Fitri dengan nuansa yang tenang,  sejuk, dalam suasana kerendah-hatian dan tetap menghargai pada kelompok lain yang berbeda.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1444 H. ***

 

M. Noor Harisudin 

Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember, Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur, Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur dan Sekretaris Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum PTKIN se-Indonesia.

Berita Terbaru

Tumbuhkan Jiwa Kepemimpinan Ideal, Pushaga Gelar Leadership dan Problem Solving
23 Nov 2024By syariah
Tingkatan Mutu Mahasiswa di Bidang Protokol, Laboratorium Fasya Adakan Pelatihan Keprotokolan dan Public Speaking
11 Nov 2024By syariah
Komitmen Bentuk Mahasiswa Bermartabat : Pushaga Gelar Rekrutmen Anggota Angkatan Pertama tahun 2024
10 Nov 2024By syariah

Agenda

Informasi Terbaru

Belum ada Informasi Terbaru
;