PUSHPASI Fakultas Syariah UIN KHAS Jember Gelar Seminar Nasional Refleksi 22 Tahun Mahkamah Konstitusi
Jember ,- Fasya Media– Pusat Studi Hukum Pancasila dan Konstitusi (PUSHPASI) Fakultas Syariah UIN KHAS Jember kembali menggelar Seminar Nasional bertajuk “22 Tahun Mahkamah Konstitusi: Refleksi, Peran, dan Tantangan ke Depan”. Kegiatan ini diselenggarakan pada Senin, 22 September 2025 di Aula Fakultas Syariah UIN KHAS Jember.
Seminar ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni Dr. Jayus, S.H., M.Hum, pengamat hukum sekaligus pembina APHTN-HAN Jawa Timur, dan Dr. Erfina Fuadatul Khilmi, M.H., dosen Fakultas Syariah UIN KHAS Jember, dengan diikuti oleh puluhan mahasiswa dari berbagai program studi di lingkungan Fakultas Syariah. Tujuan utama kegiatan ini adalah memberikan ruang refleksi kritis terhadap peran Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah berusia 22 tahun, sekaligus mengkaji peranannya dalam menjaga konstitusi dan demokrasi di Indonesia.
Direktur PUSHPASI, Dr. Basuki Kurniawan, S.H., M.H., dalam sambutannya menekankan bahwa seminar ini menjadi bagian dari ikhtiar akademik untuk mengkaji kiprah Mahkamah Konstitusi (MK) selama lebih dari dua dekade. “Sebagai pusat studi, kami memiliki tanggung jawab untuk menghadirkan ruang diskusi akademis yang kritis dan solutif” ujarnya. Lebih lanjut, Dr. Basuki juga mendorong agar hasil seminar tidak berhenti pada diskusi, tetapi dirumuskan dalam bentuk policy brief sebagai rekomendasi akademik yang dapat memberi kontribusi nyata bagi pembuat kebijakan.
Acara kemudian dibuka secara resmi melalui Opening Speech oleh Dekan Fakultas Syariah, Dr. Wildani Hefni, M.A. Dalam sambutannya, ia menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya kegiatan ini dan mendorong mahasiswa untuk aktif mengawal isu-isu ketatanegaraan. “Mahkamah Konstitusi telah memberikan kontribusi besar dalam demokrasi Indonesia, tetapi pada saat yang sama juga menghadapi tantangan serius. Melalui forum ini, kita berharap mahasiswa dan akademisi mampu memberikan perspektif kritis untuk memperkuat posisi MK sebagai penjaga konstitusi” ungkapnya.
Pak Dekan juga menambahkan bahwa ke depan mahasiswa Fakultas Syariah khususnya PUSHPASI diharapkan dapat melakukan studi langsung ke Mahkamah Konstitusi, bahkan berkesempatan mengajukan judicial review sebagai bagian dari pembelajaran praktis dalam hukum tata negara.
Dalam pemaparan materi, Dr. Jayus menyoroti perjalanan MK yang diwarnai berbagai problem, mulai dari kasus etik, lemahnya integritas partai politik, hingga putusan kontroversial seperti Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia calon presiden/wakil presiden. “Seharusnya MK tidak menjadi pembentuk norma baru. Putusan ini sarat kepentingan politik dan lemah dari sisi logika hukum. MK harus kembali ke marwah sebagai guardian of the constitution,” tegasnya.
Sementara itu, Dr. Erfina Fuadatul Khilmi menekankan bahaya intervensi politik terhadap independensi hakim konstitusi. Ia menilai bahwa legitimasi publik terhadap MK melemah akibat inkonsistensi putusan. Sebagai solusi, ia menawarkan penguatan mekanisme amicus curiae (sahabat pengadilan) sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam mengawasi putusan MK. “Dengan pengaturan formal melalui PMK, amicus curiae dapat memperluas perspektif hakim, menjaga independensi, dan memperkuat legitimasi putusan,” ujarnya.
Acara ini menghasilkan beberapa rekomendasi penting, di antaranya perlunya reformasi mekanisme rekrutmen hakim, penguatan transparansi putusan melalui executive summary, peningkatan literasi publik konstitusi, dan kolaborasi antara MK, akademisi, serta masyarakat sipil.
Kontributor : Fasya Media




